Jujurlah padaku ini Cinta atau Nafsu?
Mudah-mudahan saya tidak sok tahu,
bahwa cinta antara dua insane di masa remaja yang lembab ini adalah cinta, yang
masih terikat dengan dualism karakter: kekanakan
yang menajam dan kedewasaan yang menjanin. Begitulah, meski kekanakan dan
kedewasaan akan tetap menjadi warna bagi seorang manusia selama hidupnya. Warna
yang bila dibingkai dalam keridhaan Allah, akan menjadi warna-warni surgawi.
“Celupan warna Allah, dan siapakah yang lebih
baik celupan warnanya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah.
(Al Baqarah 138)
Kalau cinta semasa ini memerlukan definisi, biarlah Al Imam Ibnu Dawud
Azh Zhahiri memberikannya untuk kita. “Cinta…”, kata beliau, “Adalah cermin
bagi orang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemahlembutan
dirinya dalam citra kekasihnya. Karena sebenarnya ia tidak jatuh cinta kecuali
kepada dirinya sendiri.”
Sayang ada
rekan-rekan syaithan yang mencemarkan nama baik cinta para remaja. Sesuatu yang
diungkapkan oleh Gus lip Wijayanto sebagai ‘Pemerkosaan Atas Nama Cinta’. Atau
jauh sebelumnya, digambarkan oleh dr. Ali Akbar sebagai ucapan seorang pemuda,
“Aku mencintaimu..”, tetapi sebenarnya berbunyi, “Aku ingin berzina
denganmu...”
Maka
jujurlah padaku…, ini cinta atau nafsu?
Kalimat-kalimat indah diatas merupakan salah satu
kalimat yang ku kutip dari buku Mas Salim A. Fillah yang berjudul “Nikmatnya
Pacaran Setelah Pernikahan”. mungkin kalian ada yang pernah membacanya, Dua
jempol deh buat Mas Salim, hee…?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar