Senin, 10 Oktober 2011

Jujurlah padaku ini Cinta atau Nafsu?

          Mudah-mudahan saya tidak sok tahu, bahwa cinta antara dua insane di masa remaja yang lembab ini adalah cinta, yang masih terikat dengan dualism karakter: kekanakan yang menajam dan kedewasaan yang menjanin. Begitulah, meski kekanakan dan kedewasaan akan tetap menjadi warna bagi seorang manusia selama hidupnya. Warna yang bila dibingkai dalam keridhaan Allah, akan menjadi warna-warni surgawi.

“Celupan warna Allah, dan siapakah yang lebih baik celupan warnanya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah. (Al Baqarah 138)

          Kalau cinta semasa ini memerlukan definisi, biarlah Al Imam Ibnu Dawud Azh Zhahiri memberikannya untuk kita. “Cinta…”, kata beliau, “Adalah cermin bagi orang yang sedang jatuh cinta untuk mengetahui watak dan kelemahlembutan dirinya dalam citra kekasihnya. Karena sebenarnya ia tidak jatuh cinta kecuali kepada dirinya sendiri.”

Sayang ada rekan-rekan syaithan yang mencemarkan nama baik cinta para remaja. Sesuatu yang diungkapkan oleh Gus lip Wijayanto sebagai ‘Pemerkosaan Atas Nama Cinta’. Atau jauh sebelumnya, digambarkan oleh dr. Ali Akbar sebagai ucapan seorang pemuda, “Aku mencintaimu..”, tetapi sebenarnya berbunyi, “Aku ingin berzina denganmu...”

          Maka jujurlah padaku…, ini cinta atau nafsu?


          Kalimat-kalimat indah diatas merupakan salah satu kalimat yang ku kutip dari buku Mas Salim A. Fillah yang berjudul “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”. mungkin kalian ada yang pernah membacanya, Dua jempol deh buat Mas Salim, hee…?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar