Sabtu, 30 Juli 2011

Memaknai Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan yang istimewa bagi setiap mukmin. Berikut ini beberapa keistimewaannya.
Pertama, ramadhan adalah rabi’ul hayat (musim semi kehidupan) bagi setiap muslim dan bagi umat ini. Sebagaimana musim semi dimana daun-daun kembali tumbuh dan bunga-bunga bermekaran, setelah sebelumnya kering kerontang, udara menjadi segar setelah sebelumnya kering menusuk tulang, maka demikianlah ramadhan.
Di bulan ramadhan, pikiran kita disegarkan kembali dengan banyaknya taklim di masjid-masjid, di kantor-kantor, di radio, di televisi, di surat-surat kabar. Pikiran kita diajak kembali untuk memahami ajaran agama kita.
Di bulan ramadhan, ruhani kita disegarkan kembali dengan bacaan Al-Qur’an, sholat tarawih, dan puasa itu sendiri.
Di bulan ramadhan, jasad kita pun disegarkan kembali dengan puasa, yang menurut para ahli kesehatan dan medis, bisa menetralisir racun-racun dalam tubuh, dan secara umum sangat baik untuk kesehatan tubuh.
Keluarga-keluarga muslim juga dieratkan dengan berbuka, makan sahur bersama, dan sebagainya.
Umat Islam secara keseluruhan juga dieratkan dengan saling tolong menolong, memberi infaq, zakat dan shadaqah, dan saling bersilaturahim.
Kedua, ramadhan adalah bulan penghapusan dosa.
Dahulu, para salafunash shalih, generasi terdahulu umat ini, jika ramadhan akan datang, mereka mengucapkan: marhaban bil muthahhir “selamat datang bulan penghapus dosa”. Mengapa? Karena selama sebelas bulan sebelum ramadhan telah banyak dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, dan ramadhan adalah kesempatan emas untuk memohon ampunan dari Allah.
Ramadhan adalah sarana penghapusan dosa yang bersifat tahunan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: ”Dari ramadhan ke ramadhan, dari jum’at ke jum’at, dan dari sholat lima waktu ke sholat lima waktu yang lain, adalah sarana penghapusan dosa.”
Dan tidakkah kita dengar sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang berpuasa ramadhan atas dasar iman dan berharap-harap ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” “Barangsiapa yang menghidupkan malam-malam ramadhan dengan sholat (tarawih) atas dasar iman dan berharap-harap ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” “Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar  dengan sholat (tarawih) atas dasar iman dan berharap-harap ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Ketiga, ramadhan adalah bulan kesabaran.
Dengan ramadhan, kita dilatih untuk menjadi manusia yang sabar, artinya: yang bisa mengendalikan diri. Dan dengan kemampuan mengendalikan diri inilah, kita bisa berbeda dengan binatang. Jika ada seekor binatang mendapati makanan kesukaannya di tengah jalan, apa yang akan ia lakukan? Apakah ia akan menimbang-nimbang dulu: bolehkah makanan ini aku santap? Tentu ia akan langsung saja menyantapnya tanpa pernah berpikir boleh dan tidaknya, apalagi pantas dan tidaknya.
Di bulan ramadhan, makanan dan minuman yang jelas-jelas halal saja tidak kita makan, meski kita sedang lapar dan sedang kehausan. Semata-mata karena perintah Allah. Jika makanan yang halal saja kita hindari, apalagi makanan yang haram? Dan dalam kehidupan kita sekarang ini, kita lihat betapa banyak orang – yang bahkan muslim – memakan yang haram. Yang diperoleh dengan menipu, mencuri, korupsi, manipulasi, penggelapan, bahkan merampok dan menodong.
Di bulan ramadhan, istri yang jelas-jelas halal saja dijauhi. Maka apalagi wanita yang tidak halal? Sementara saat ini kita melihat betapa banyak orang – yang bahkan muslim – yang melakukan zina dengan wanita yang tidak halal baginya.
Inilah ramadhan, yang akan melatih diri kita untuk sabar: bisa mengendalikan diri.
Keempat, ramadhan adalah bulan untuk berbekal.
Wa tazawwaduu fainna khairaz zaadit taqwaa (Dan berbekallah kalian. Maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa). Dan bulan ramadhan ini tidak lain adalah la’allakum tattaquun, untuk meraih derajat taqwa.
Karena itu ramadhan semestinya dijadikan sebagai waktu khusus penyiapan bekal untuk sebelas bulan berikutnya sesudah ramadhan. Ini tidak ada bedanya seperti men-charge baterai ponsel kita. Karena itu, ramadhan yang benar adalah jika kebaikan dan ketaatan kita bisa terus berlanjut sesudah ramadhan. Dan itu adalah indikasi bahwa ramadhan kita diterima.
Jangan sampai kita menjadi orang-orang ramadhani, yaitu penyembah bulan ramadhan, yang hanya baik ketika ramadhan saja. Begitu ramadhan lewat, kita tidak lagi menjadi baik. Sebaliknya, jadilah orang-orang yang rabbani, yaitu penyembah Rabb (tuhan kita), yaitu Allah swt. Sebagaimana Allah selalu ada, maka kita juga selalu baik meski ramadhan telah lewat.
Kita semua adalah musafir, dengan tujuan negeri akhirat. Karena kita musafir maka kita perlu perbekalan. Wa tazawwaduu fainna khairaz zaadit taqwaa. Dan taqwa itu bisa kita peroleh dengan ibadah ramadhan (la’allakum tattaquun).
Kelima, ramadhan bukanlah membalik siang menjadi malam, dan malam menjadi siang. Siang banyak tidur dan malam banyak makan. Siang menjadi malas, padahal dahulu banyak peperangan dan kemenangan dalam sejarah Islam yang justru terjadi di bulan Ramadhan, seperti kemenangan besar dalam Perang Badar Al-Kubra, Fathu Makkah (Pembebasan Kota Mekah), Ain Jalut, dan sebagainya.
Boleh saja kita mengatur ritme pekerjaan agar tubuh bisa menyesuaikan diri, tapi tidak untuk bermalas-malas dan tidur-tiduran saja.
Sayangnya, jutru banyak rumah tangga yang uang belanja untuk masaknya menjadi membengkak di bulan Ramadhan, padahal Ramadhan adalah bulan menahan diri dari makan. Yang betul adalah pengeluaran di bulan Ramadhan memang mestinya lebih banyak, tapi bukan pengeluaran untuk masak. Lalu untuk apa? Untuk berinfaq dan berzakat.

by.menaraislam

Rabu, 27 Juli 2011

Nasehat yang mengubah hidup

 

Nasihat Tanda Cinta

Jika Anda sedang berjalan, kemudian mendapatkan nasihat dari seseorang bahwa ada bahaya dalam perjalanan yang Anda tempuh.
Apa reaksi Anda? Ada banyak reaksi yang bisa terjadi. Semua reaksi ini bisa terjadi spontan, tergantung bagaimana kondisi pikiran Anda.
Anda bisa mengatakan:
  1. “Terima kasih telah memberi tahu saya.”
  2. “Terima kasih telah mengingatkan.”
  3. “Sok tahu! Saya juga tahu.”
  4. “Emang siapa loe?”
  5. “Bukan hanya bahaya, tapi menanjak juga!”
Anda bisa memilih sikap Anda. Mau yang mana? No 1 atau 2 adalah yang terbaik. Sebab orang itu justru akan menyelamatkan Anda. Nasihat itu tanda cinta, maka sewajarnya jika kita berterima kasih karena mendapatkannya tersebut.
Saya yakin, Anda tidak setuju dengan jawaban no 3 sampai 5. Disini, ego kita yang muncul. Namun, sering kali banyak yang melakukannya tanpa disadari. Mari kita bahas satu persatu.

Jika Anda Sudah Tahu Tentang Nasihat Itu

Bisa jadi, seseorang memberi nasihat kepada tentang sesuatu yang sebenarnya Anda sudah tahu. Anda sudah menjalankannya selama ini. Anda pernah membacanya. Anda pernah mendengarkannya. Namun, haruskah kita mengatakan hal jelek terhadap pemberi nasihat. Anda berusaha menunjukan diri bahwa Anda sudah tahu?
Tentu tidak, ingat bahwa nasihat tanda cinta. Meski kita sudah tahu, anggaplah itu untuk mengingatkan. Mungkin Anda tidak lupa, tetapi saat Anda mendengar secara berulang kali, maka akan lebih meresap ke dalam hati Anda dan akan membentuk karakter dan kepribadian Anda. Itu adalah sesuatu positif. Kenapa Anda harus menolaknya? Kenapa harus menunjukan ego sendiri?

Lihatlah Nasihatnya Bukan Orangnya

Terimalah nasihat meski Anda sudah tahu, bahkan saat Anda yang sebenarnya lebih pantas memberi nasihat. Bisa jadi, orang yang memberi nasihat tidak lebih tahu dibandingkan dengan Anda. Mungkin dia masih awam, kurang ahli, kurang bijak dibandingkan dengan Anda. Namun, lihatlah nasihatnya. Tidak perlu melihat orangnya, selama itu baik, bermanfaat untuk Anda, maka Anda patut berterima kasih.
Tidak perlu mempertanyakan “siapa loe?” Ini artinya kesombongan Anda muncul, merasa diri lebih hebat dibandingkan pemberi nasihat, padahal bisa jadi dia tulus ingin membantu Anda.

Jika Nasihat Tidak Sempurna

Ada Yang Salah

Bisa jadi Anda menerima nasihat yang salah. Itu bisa saja, yang namanya orang tidak luput dari kesalahan. Atau bisa jadi nasihat itu salah bagi Anda saja karena kondisi dan situasi Anda berbeda. Namun lihatlah niat dibaliknya. Dia memberikan nasihat kepada Anda karena peduli. Mungkin salah karena dia tidak tahu kondisi Anda yang sebenarnya. Anda tidak perlu membantahnya, apalagi sambil marah atau menyerang dengan kata-kata yang tidak baik.
Tetaplah menerima nasihat itu. Tetaplah berterima kasih meski terlihat tidak berguna bagi Anda. Bahkan, jika sebuah nasihat seolah akan menjerumuskan Anda, tetaplah berterima kasih. Jika perlu, berikan penjelasan dengan cara yang baik bahwa nasihat tersebut tidak cocok dengan Anda. Jika salah, jelaskan dengan cara yang baik pula. Jangan sampai cinta dan kepedulian orang malah kita balas dengan sesuatu yang tidak mengenakan.

Nasihat Yang Tidak Lengkap

Pastinya, Anda akan menerima nasihat yang tidak lengkap. Tentu saja, karena tidak mungkin semuanya dibahas dalam satu pembicaraan. Anda akan selalu bisa melihat ada kekurangan dalam nasihat. Jika Anda meneirma nasihat tentang menuntut ilmu, mungkin Anda melihat ada yang kurang. Bisa jadi Anda mengatakan:
“Percuma menuntut ilmu, jika tidak diamalkan.”
Apa yang Anda katakan itu benar. Dimana masalahnya?
Pertama, Anda mengalihkan fokus. Mungkin pemberi nasihat itu sedang fokus tentang menuntut ilmu. Sama sekali tidak ada perkataan yang melarang amal atau tidak perlu diamalkan. Dia hanya sedang membahas ilmu. Saat Anda mengatakan hal itu, sebenarnya itu muncul dari ego, ingin menunjukan diri lebih tahu.
Kalau pun, nasihat itu dilanjutkan. Misalnya Anda harus beramal, maka Anda bisa menjawab lagi:
“Percuma beramal jika tidak ikhlas.”
Sekali lagi, isi dari perkataan itu tidak salah. Yang salah adalah sikapnya dalam menerima nasihat. Nasihat itu tidak pernah lengkap. Tidak mungkin bisa membahas seluruh Al Quran hanya dalam satu buku, satu artikel, apalagi satu status di halaman facebook.
Jika Anda hanya melihat apa yang kurang, maka Anda hanya fokus pada kekurangan itu. Sementara fokus Anda dalam menerima akan hilang.
Kedua, jika Anda terus melihat kekurangan dan menunjukan kekurangan tersebut, itu artinya Anda hanya mementingkan ego Anda. Nasihat tidak akan berarti sama sekali jika Anda fokus mengurus ego Anda, jika Anda ingin dilihat lebih tahu, lebih bijak, dan lebih pintar.
Orang sedang membahas masalah amal bukan berarti tidak tahu tentang ikhlas, hanya saja dia sedang fokus membahas amal, saat itu. Mungkin waktu yang lain, baik yang sudah lalu maupun yang akan datang, dia sudah atau akan membahas tentang ikhlas. Mungkin karena kondisi Anda saat ini memang kurang amal. Meski Anda tahu, amal itu harus ikhlas, tetapi jika amalnya tidak ada?

Emangnya Gue Nggak Tau?

Satu lagi kasus, kadang ada orang yang sok pintar, dia menasihati Anda karena dengan maksud merendahkan Anda atau menganggap Anda tidak tahu. Bisa jadi dia memberi nasihat kepada semua orang karena dia ingin dianggap hebat. Mungkin ada. Yang perlu kita perhatikan adalah
  • Tidak semua orang yang menasihati Anda bermaksud merendahkan Anda. Jadi jangan selalu memunculkan ego atau melawan saat ada seseorang yang menasihati Anda, karena bisa jadi dia orangnya tulus. Meski isinya Anda sudah tahu, tetaplah berbaik sangka dan berterima kasih.
  • Jika isinya baik, kenapa tidak? Mungkin, sekali lagi mungkin, seseorang bermaksud merendahkan Anda, namun jika isinya itu baik, terima saja. Kita tidak akan pernah menjadi rendah karena menerima nasihat yang baik. Fokuslah pada diri Anda.
kebanyakan dari kita hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk menyadari kesalahan orang lain,namun kita membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menyadari kesalahan kita.

ariefmuhammad

Dialog singkat

Hai my blog,..
ini blog ke dua ku setelah blog yang pertama tercampuri pihak yang tidak bertanggung jawab...
ku ingin mengulang dialog itu kembali semoga menjadi sedikit senyum dan ispirasi...
                                            ...Bismillahirahmanirahim...

ariefmuhammad