Minggu, 30 Desember 2012

Sejarah Kopi di Indonesia



Sejarah minuman kopi dimulai sejak satu juta tahun yang lalu di Ethiopia. Berdasarkan legenda, seorang penggembala mencoba mengkonsumsi biji kopi setelah melihat kambingnya tidak tidur akibat mereka memakan buah kopi liar.Salah satu catatan tertulis pertama bercerita tentang Seikh Omar, yang membawa kopi ke kota Mocha pada tahun 1250. Kota ini, yang sering dipanggil Mukha, sekarang berada di Yaman modern.

Selama ratusan tahun, kopi di Yaman telah dicampur dengan kopi dari Indonesia (Jawa a.k.a Java), untuk menciptakan kopi klasik Mocha Java.

Kedai kopi pertama di dunia dibuka di Makkah pada awal abad 15. Kedai-kedai itu adalah tempat yang nyaman, tempat orang-orang memanjakan diri dan berdiskusi politik sambil menghadapi segelas kopi. Selama periode ini, kopi disajikan dengan merebus biji di dalam air. Praktik menghaluskan dan me-roasting kopi dimulai di Turki, sekitar 100 tahun kemudian. Di Istanbul yang terkenal memiliki ratusan kedai kopi.

Diketahui pula bahwa jemaah haji yang kembali dari beribadah di belahan dunia arab membawa bibit kopi ke India pada awal adab 16. Catatan tertulis menunjukkan bahwa Gubernur Belanda di Malabar (India) mengirim bibit kopi Yaman atau kopi arabika (Coffea arabica) kepada Gubernur Belanda di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1696. Bibit pertama ini gagal tumbuh karena banjir di Batavia. Pengapalan kedua biji kopi ke Batavia dilaporkan terjadi pada tahun 1699. Tanaman ini tumbuh, dan pada tahun 1711 eksport pertama dikirim dari Jawa ke Eropa oleh perusahaan dagang Belanda, dikenal sebagai VOC (Verininging Oogst Indies Company) yang didirikan pada tahun 1602. Selama 10 tahun, eksport meningkat menjadi 60 ton per tahun. Indonesia adalah tempat pertama kali kopi dibudidayakan secara luas di luar Arab dan Ethiopia. VOC memonopoli perdagangan kopi pada tahun 1725 sampai 1780.

Kopi tersebut dikapalkan ke Eropa melalui pelabuhan Batavia. Sebuah pelabuhan di Muara Sungai Ciliwung yang telah berdiri sejak 397 M ketika Raja Purnawarman mendirikan kota yang dulunya disebut Sunda Kelapa ini. Sekarang di daerah kota Jakarta, kita masih dapat menemukan gema dari peninggalan kehebatan para pelaut yang membangun Jakarta.
Kapal-kapal laut masih memuat kargo di pelabuhan tua itu sampai saat ini. Museum Bahari bertempat di bekas gedung VOC, yang dulunya dipakai menyimpan rempah-rempah dan kopi. Menara Syahbandar (mercusuar) dibangun pada tahun 1839 di ujung dermaga.  Dulu, kapal-kapal VOC berlabuh untuk memuat kargo mereka.

Pada tahun 1700-an, kopi yang dikapalkan dari Batavia dijual seharga 3 Gilders per kilogram di Ansterdam. Income tahunan Belanda di tahun itu sekitar 200 sampai 400 Guilders, hal ini sebanding dengan beberapa ratus dolar tiap kilogram saat ini. Di akhir abad 18 harga jatuh menjadi 0,6 Guilders per kilogram dan tradisi minum kopi meluas mulai dari kalangan elit sampai masyarakat kebanyakan.

Perdagangan kopi sangat menguntungkan bagi VOC, tetapi bermanfaat sedikit untuk petani Indonesia yang dipaksa menanamnya oleh pemerintah Kolonial Belanda. Secara teori, memproduksi komoditas eksport berarti menghasilkan uang bagi penduduk Jawa untuk membayar pajak mereka. Ini dalam bahasa Belanda dikenal sebagai Cultuurstelsel (Cultivation System) dan ini meliputi mulai dari rempah-rempah dan komoditas utama pertanian tropis yang sangat beraneka jenisnya. Cultuursstelsel untuk kopi diterapkan di daerah Prenger Jawa Barat. Pada praktiknya, harga untuk komoditas utama pertanian ini di-setting terlalu rendah dan mereka dipalingkan dari pekerjaan buruh yang memproduksi beras, yang menyebabkan situasi berat bagi petani.

Di pertengahan abad ke-17, VOC mengembangkan area tanam kopi arabika di Sumatra, Bali, Sulawesi, dan Kepulauan Timor. Di Sulawesi kopi pertama kali ditanam tahun 1750. Di dataran tinggi di Sumatra Utara kopi pertama kali tumbuh di dekat Danau Toba pada tahun 1888, diikuti oleh dataran tinggi Gayo (Aceh) dekat Danau Laut Tawar pada tahun 1924.

Pada tahun 1850, pegawai kolonial belanda, Eduard Doues Dekker, menulis sebuah buku berjudul “Max Havelaar and the Coffee Auctions of the Dutch Trading Company” yang mengekspose pressure pada petani oleh pegawai-pegawai korup dan tamak. Buku ini membantu mengubah opini publik Belanda tentang “Cultivate System” dan kolonialisasi secara umum. Baru-baru ini nama Max Havelaar diadopsi oleh suatu organisasi fair-trade pertama.

Di sekitar abad 18, kolonial Belanda mendirikan lahan pertanian kopi yang luas di dataran tinggi Ijen di Jawa Timur. Meski demikian, bencana menghantam pada tahun 1876, ketika kopi diserang penyakit karat daun yang menyapu Indonesia, membumihanguskan tanaman sejenis. Kopi robusta (C. canephor var. robusta) diperkenalkan di Jawa Timur pada tahun 1900 sebagai pengganti di dataran yang lebih rendah dan penyakit karat sekoyong-koyong dibinasakan.

Pada tahun 1920, perusahan-perusahaan kecil di Indonesia mulai menanam kopi sebagai komoditas utama. Perkebunan di Jawa dinasionalisasi pada hari kemerdekaan dan direvitalisasi dengan varietas baru kopi arabika di tahun 1950-an. Varietas ini diadopsi oleh perusahaan-perusahaan kecil melalui pemerintah atau berbagai program pengembangan masyarakat. Sekarang lebih dari 90% kopi arabika Indonesia dikembangkan oleh perusahaan kecil terutama di daerah Sumatra Utara, dengan lahan 1 hektar atau kurang. Produksi arabika tahunan sekitar 75.000 ton dan 90% diekspor. Kopi arabika yang sampai ke negara lain sebagian besar masuk ke segmen pasar spesial.


Sumber: www.rumahkopi.com

Semacam Jadul

Ini adalah semacam topik tentang sebagian kecil benda tua, dan saya suka benda-benda yang beraromakan klasik. Entah sejak kapan saya suka, yang pasti saya cukup bangga menjadi manusia yang tidak mampu mengikuti langkah jaman yang katanya modern. saya belum mampu memiliki sebagian dampak dari moderenisasi. itu saja.


"SIPUT" adalah Vespa Dengan Corak Putih berlembanyung emas, alhamdulillah ini milik saya.


"GENDIS" Vespa Spesial berkapasitas 90cc dan diciptakan di negara italia sekitar tahun 70an, berimigran ke indonesia entah dengan cara bagaimana, sebab benda ini lahir jauh lebih dulu daripada saya. 24 september 2010 saya bertemu dengannya masih dalam bentuk puing-puing berserakan setelah itu saya kumpulkan menjadi satu, menjadi sedemikian rupa sehingga berbentuk seperti vespa, oh ya, ini memang vespa. semoga bukan sebuah dosa andai saya mencintai vespa.


"JOJO" ini adalah salah satu ciptaan negara penjajah Indonesia, Kalian pernah dengar negara jepang bukan? Honda C70 lah orang sering mengenal benda yang satu ini, lahir pada masanya dimana indonesia mungkin belum mampu menciptakan kendaraan roda dua. Wow, saya sok tau.

Bagi saya benda-benda ini diciptakan agar saya bisa menikmati dunia, saya hanya sekeder bercerita tentang apa yang saya suka. Bukan untuk berteriak lantang lalu membusungkan dada bahwa saya adalah manusia pemiliknya.
Udahan ah, dadaah.

Minggu, 18 November 2012

Kesediaan Alat dan Penggunaan Alat


Salah satu hal yang mempengaruhi produksi alat angkut serta alat muat adalah masalah kesediaan ( availability ) yang merupakan persentase kesediaan alat muat serta alat angkut untuk operasi dari waktu yang tersedia.
1.        Kesediaan Mekanis ( Mechanical Availability )
Faktor yang menunjukkan kesediaan alat dalam melakukan pekerjaan dengan memperhatikan kehilangan waktu yang digunakan untuk memperbaiki mesin, perawatan dan alasan mekanis lainnya. Jika kesediaan mekanis kecil maka kondisi mekanis alat kurang baik, jam perbaikan tinggi sehingga hanya digunakan sebagai cadangan.
                
 MA =
W
x
100%
W + R

Keterangan :
W               =   Working hours atau jumlah jam kerja
Waktu yang dibebankan kepada seorang operator suatu alat yang dalam kondisi dapat dioperasikan artinya tidak rusak, meliputi setiap keterlambatan yaitu pulang ke lokasi kerja, pindah tempat, pelumasan dan pengisian bahan bakar serta keadaan cuaca.
R                =    Repair hours atau jumlah jam perbaikan
Waktu untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta waktu untuk perawatan preventif.
2.        Kesediaan Fisik ( Phisical Avaibility )
Faktor yang menunjukan kesediaan alat untuk melakukan kerja dengan memperhitungkan waktu yang hilang karena rusaknya jalan, faktor cuaca dan lain-lain. Kesediaan fisik selalu lebih besar dari kesediaan mekanis, berarti bahwa alat belum digunakan sesuai dengan kemampuannya

PA =
W + S
x
100%
W + S + R

Keterangan :
S                 = Standby hours atau jumlah jam kerja suatu alat yang tidak dapat dipergunakan padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap operasi.
W+S+R   = Scheduled hours atau jumlah seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
3.     Penggunaan Kesediaaan ( Use of Avaibility )
   Faktor yang menunjukkan efisiensi kerja alat selama waktu kerja yang tersedia dimana kondisi alat tidak rusak. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa efektif alat yang tidak rusak dimanfaatkan dan menjadi ukuran seberapa baik pengelolaan peralatan yang digunakan. Persentase rendah menunjukkan bahwa pengoperasian alat tidak maksimal.

PA =
W + S
x
100%
W + S + R

Keterangan :
W               =   Working hours atau jumlah jam kerja.
S                 = Standby hours atau jam kerja suatu alat yang tidak dapat dipergunakan padahal alat tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap operasi.
4.        Penggunaan efektif ( effective utilization )
Faktor yang menunjukkan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk bekerja atau persen waktu yang dimanfaatkan oleh alat untuk bekerja dari sejumlah waktu kerja yang tersedia.

PA =
W + S
x
100%
W + S + R

Keterangan :
W                 =  Working hours atau jumlah jam kerja.
W+S+R        = Scheduled hours atau jumlah seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi
Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan pengertian efisiensi kerja, semakin tinggi nilai dari penggunaan efektifnya maka pemakaian alat mekanis semakin baik. Hal ini disebabkan karena jam menunggu dan jam perbaikan semakin kecil.

Sumber : Buku PTM Bpk yanto Indonesianto